Tujuh Puluh Masalah Seputar Puasa
﴿ سبعون مسألة في الصيام ﴾
] Indonesia –
Indonesian – [ إندونيسي
Muhammad Shaleh al-Munajid
Terjemah : Syafar Abu Difa
Editor : Eko
Haryanto Abu Ziyad
2010 -
1431
﴿ سبعون مسألة في الصيام ﴾
« باللغة الإندونيسية »
محمد صالح المنجد
ترجمة: شفر أبو دفاع
مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد
2010 -
1431
Tujuh Puluh Masalah
Seputar Puasa
Segala puji bagi
Allah. Kami memuji, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Dan kami juga
meminta perlindungan-Nya dari keburukan jiwa-jiwa kami serta keburukan
perbuatan kami. Siapa yang Allah tunjuki, tidak ada yang dapat menyesatkannya
dan siapa yang disesatkan-Nya, tidak ada yang dapat menunjukinya.
Aku bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata yang tidak memiliki
sekutu, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
Adapun selanjutnya:
Sesungguhnya Allah telah
mengaruniakan hamba-hamba-Nya dengan musim-musim kebaikan. Pada musim-musim itu
kebaikan dilipat gandakan, dosa-dosa dihapuskan dan derajat diangkat. Yang
teragung dari musim-musim itu adalah bulan Ramadhan, yang telah Allah wajibkan
kepada hamba-Nya berpuasa, untuk memotivasi dan mengarahkan mereka agar
bersyukur atas perintah-Nya.
Karena ibadah ini agung, sudah
semestinya kaum muslimin mempelajari hukum-hukum yang berkenaan dengan bulan
puasa ini.
Risalah ini mengandung inti
sari dari hukum-hukum puasa, adab-adab dan sunnah-sunnahnya.
Pengertian puasa
1. Definisi secara bahasa
(etimologi): menahan.
Definisi secara syar'i
(terminologi): menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya
fajar kedua hingga tenggelam matahari disertai dengan niat.
Hukum puasa
2. Umat telah Ijma
(berkonsensus) bahwa puasa Ramadhan hukumnya fardhu (wajib). Siapa yang
melakukan sesuatu yang membatalkan puasa Ramadhan tanpa uzur, berarti dia telah
melakukan dosa yang sangat besar.
Keutamaan puasa
3. Di antara keutamaan
puasa ialah ibadah ini telah Allah khususkan untuk diri-Nya sendiri dan Dia-lah
yang langsung mengganjarnya, sehingga pahala puasa tak terhitung lipat
gandanya, doa orang yang berpuasa tidak ditolak, orang yang berpuasa memiliki
dua kebahagiaan, puasa memberi syafaat pada pengamalnya di hari kiamat, bau mulut orang yang berpuasa
lebih baik di sisi Allah daripada bau minyak misk, puasa adalah tameng dan
benteng yang kuat dari api neraka, siapa yang puasa sehari dijalan Allah, akan
Allah jauhkan wajahnya dengan sehari itu dari api neraka sejauh 70 tahun. Serta
di surga ada pintu yang dinamakan dengan ar-Royyan yang tidak dimasuki selain
orang yang puasa.
Puasa Ramadhan adalah salah
satu rukun Islam. Al-Quran Diturunkan pada bulan ini, padanya terdapat malam yang
lebih baik dari seribu bulan. Jika masuk bulan Ramadhan dibukalah pintu surga
dan ditutuplah pintu neraka, setan-setan dibelenggu dan puasa di bulan ini
menyamai puasa selama sepuluh bulan.
Di antara faedah puasa
4. Pada puasa terdapat
banyak hikmah dan faedah yang kesemuanya berporos pada takwa. Puasa menundukkan
setan, memecah hawa nafsu, menjaga anggota tubuh, mendidik keinginan untuk
menjauhi hawa nafsu dan kemaksiatan, membiasakan taat pada peraturan, menepati
janji dan mempertunjukkan persatuan umat Islam.
Adab-adab puasa dan sunnah-sunnahnya
5. Ada yang wajib dan ada pula
yang mustahab (disukai). Diantaranya:
- Makan sahur dan
mengakhirkannya.
- Menyegerakan berbuka,
sebagaimana sabda Rasulullah -shalallah alaihi wasalam-,
(( لاَ
يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ ))
"Manusia
senantiasa dalam keadaan baik selama menyegerakan berbuka puasa."
[HR. Al-Bukhari no. 1957,
Muslim no.2608, at-Turmudzi no.703]
Nabi shalallahu alaihi
wasalam berbuka dengan buah kurma
muda sebelum shalat magrib, jika tidak ada dengan kurma masak, jika tidak ada
beliau minum beberapa teguk air, dan berkata setelah iftornya:
(( ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ
شَاءَ اللَّهُ ))
"Hilang
rasa dahaga, urat-urat kembali basah dan pahala ditetapkan dengan kehendak
Allah."
[HR. Abu Dawud no.2357,
an-Nasai 1/66, al-Hâkim 1/422 dan dihasankan oleh al-Albani dalam Irwa
al-Ghalil]
-
Menjauhi
rofast, yaitu perbuatan maksiat.
Di antara yang menghilangkan
pahala kebaikan dan mendatangkan kejelekan adalah menyibukkan diri dengan
permainan puzzles (game), menonton sinetron, film,
lomba-lomba, menghadiri majelis sia-sia dan duduk-duduk (nongkrong) di jalan.
-
Hendaknya
tidak memperbanyak makan. Sebagaimana hadits:
(( مَا مَلأَ ابْنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ ))
"Tidak ada wadah yang
diisi penuh oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya."
[HR.
Ahmad 17649]
- Bersedekah dengan
ilmu, harta, kedudukan, tenaga dan akhlak. Nabi shalallah alaihi wasalam adalah
orang yang paling dermawan dengan kebaikan, terlebih lagi di bulan Ramadhan.
Perkara-perkara
yang semestinya dilakukan pada bulan yang agung ini
Mempersiapkan
suasana dan diri untuk ibadah, bersegera bertaubat dan kembali kepada Allah.
Merasa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, menyempurnakan puasa, khusyuk
ketika shalat tarawih, tidak futur (melemah) pada sepuluh hari
pertengahan, berusaha mendapatkan malam lailatul qodar,
bersedekah dan beri'tikaf.
Tidak
mengapa mempersiapkan diri dengan masuknya bulan Ramadhan. Nabi shalallah
alaihi wasalam dahulu memberi kabar gembira kepada para sahabatnya akan
datangnya Ramadhan dan memotivasi mereka untuk bersungguh-sungguh di dalamnya.
Di
antara hukum-hukum puasa
6.
Dalam ibadah puasa ada puasa yang harus dilakukan secara tatabu'
(berurutan), seperti: pusa Ramadhan, puasa kafarah qotlul khata’
(penebus dosa pembunuhan yang tidak disengaja), puasa kafarah zhihar
(penebus dosa menyerupakan istri dengan ibu), kafarah jima (penebus dosa
berhubungan badan) di siang Ramadhan dan yang lainnya.
Ada
pula puasa yang tidak mengharuskan tatabu' (berurutan) seperti qodho
(mengganti) puasa Ramadhan, puasa 10 hari bagi yang berhaji ketika tidak
memiliki hadyi (hewan sembelihan) dan yang lainnya.
7.
Puasa tatawu' (sunah) menutupi kekurangan puasa wajib.
8.
Terdapat larangan menyendirikan puasa hari Jumat dan hari Sabtu yang bukan
puasa wajib. Dilarang juga berpuasa sebulan penuh di luar Ramadhan dan puasa wishol
(menyambung puasa pada malam harinya). Diharamkan puasa pada dua hari raya dan hari
tasyrik ( tanggal 11-13 Zulhijah, kecuali bagi jamaah haji yang tidak
memiliki hewan sembelihan untuk bayar hadyu -pent).
Penetapan
masuknya bulan Ramadhan
9.
Masuknya bulan Ramadhan ditetapkan dengan melihat hilal (bulan baru)
atau menyempurnakan bilangan hari di bulan Syaban menjadi 30 hari. Adapun
menentukan masuknya bulan dengan hisab (penghitungan) tidaklah sunah.
Siapa
yang diwajibkan berpuasa?
10.
Puasa diwajibkan atas setiap muslim, balig, berakal, mukim, mampu, tidak
terdapat penghalang seperti haid dan nifas (bagi wanita).
11.
Anak kecil yang berumur 7 tahun diperintahkan jika mampu. Sebagian ulama
menyebutkan bahwa yang berumur lebih dari sepuluh tahun dipukul jika
meninggalkannya sebagaimana halnya shalat.
12.
Jika orang kafir masuk Islam, anak kecil menjadi balig, orang gila sembuh di
siang Ramadhan, mereka diharuskan menahan diri dari apa-apa yang membatalkan
puasa sampai matahari tenggelam, tetapi tidak diharuskan mengganti puasa hari
itu dan hari-hari sebelumnya.
13.
Orang gila tidak diwajibkan berpuasa. Jika sesekali sadar kemudian kumat lagi,
dia harus berpuasa saat sadarnya, sama halnya dengan orang yang pingsan.
14.
Siapa yang meninggal di pertengahan bulan Ramadhan, tidak ada kewajiban baginya
atau keluarganya memuasai sisa hari setelahnya.
15.
Siapa yang tidak tahu hukum wajibnya puasa Ramadhan, atau tidak tahu haramnya
makan atau berjima (bersetubuh) di siang Ramadhan, Jumhur Ulama
(kebanyakan ulama) menganggapnya sebagai uzur, itu pun bila sebab
kebodohan/ketidaktahuannya memang dapat dimaklumi (tinggal di pedalaman
misalnya–pent). Adapun orang yang tinggal di tengah-tengah kaum muslimin dan
sangat mungkin baginya bertanya dan belajar, maka tidak ada uzur baginya.
Puasa
musafir (orang yang bepergian)
16.
Syarat untuk dapat berbuka puasa ketika safar (bepergian) adalah
perjalanannya haruslah perjalanan jauh atau urf (dinilai oleh keumuman
masyarakatnya sebagai safar) dan telah melampaui negerinya serta
bangunan-bangunannya. Safarnya pun bukan safar maksiat (menurut Jumhur Ulama)
dan bukan memaksudkan muslihat untuk tidak puasa.
17.
Orang yang sedang safar (bepergian), boleh berbuka dengan kesepakatan umat.
Baik ia mampu berpuasa ataupun tidak. Baik puasa memberatkan baginya ataupun
tidak.
18.
Siapa yang berazam ingin bersafar pada bulan Ramadhan, tidak boleh berniat
untuk berbuka hingga mulai bersafar. Tidak pula berbuka (membatalkan puasanya)
kecuali setelah keluar atau meninggalkan bangunan-bangunan kampungnya.
19.
Jika matahari tenggelam dan berbuka di daratan, kemudian pesawat lepas landas (take
off) sehingga melihat matahari, dia tidak diharuskan imsak
(berpuasa), karena dia telah menyempurnakan puasanya hari itu.
20.
Siapa yang sampai ke suatu negeri dan berniat tinggal di tempat itu lebih dari
4 hari, wajib baginya berpuasa menurut Jumhur Ulama.
21.
Siapa yang memulai puasa dan dia mukim, kemudian bersafar di siang hari, boleh
baginya berbuka.
22.
Boleh berbuka bagi mereka yang kebiasaannya melakukan perjalanan jika memiliki
negeri yang dijadikan tempat tinggal tetap, seperti: petugas pos, supir mobil
sewa, awak pesawat dan para pegawai.
Sekalipun safar (perjalanan) mereka setiap hari. Wajib bagi mereka mengqodho
(mengganti puasa yang ditinggal). Demikian pula para pelaut yang memiliki
tempat tinggal di darat.
23.
Jika musafir tiba di tempat tujuan siang hari, lebih terjaga jika dia imsak
(menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang ketika berpuasa)
sebagai penghormatan terhadap bulan Ramadhan. Tetapi wajib baginya mengqodho (mengganti),
baik ia imsak ataupun tidak.
24.
Jika mulai puasa di negerinya, kemudian bersafar ke negeri lain yang puasanya
dimulai sebelum atau sesudahnya, maka hukumnya mengikuti negeri yang dia
datangi.
Puasa
orang yang sakit
25.
Setiap penyakit yang menyebabkan seseorang keluar dari batas sehat boleh
berbuka puasa. Adapun sesuatu yang ringan seperti pilek atau sakit kepala,
tidak boleh berbuka karenanya. Jika menurut dokter atau dia mengetahui dan amat
yakin jika berpuasa justru akan menyebabkan sakit atau memperparah penyakitnya atau
menunda kesembuhan penyakitnya, boleh baginya berbuka, bahkan makruh baginya
berpuasa
26.
Jika puasa dapat menyebabkan pingsan, boleh berbuka dan wajib menggantinya.
Jika tersadar sebelum matahari tenggelam atau setelahnya, maka puasanya sah
jika pagi harinya dia berpuasa. Jika pingsannya sejak fajar sampai magrib,
Jumhur Ulama berpendapat puasanya tidak sah. Sedangkan qodho (mengganti
puasa) bagi yang pingsan, menurut Jumhur Ulama adalah wajib, sekalipun
pingsannya berlangsung lama.
27.
Bila lapar dan haus yang sangat membuatnya kelelahan dan dikhawatirkan dapat
membinasakan atau merusak indranya secara yakin, bukan wahm (dugaan),
maka boleh berbuka, dan ia harus mengganti puasanya. Pekerja berat tidak boleh
berbuka, kecuali jika puasa memudaratkan aktifitasnya dan dikhawatirkan akan
membahayakan dirinya, ia boleh berbuka dan mengganti puasanya. Ujian sekolah
bukanlah uzur yang dibolehkan untuk berbuka.
28.
Penyakit yang dapat sembuh, ditunggu kesembuhannya kemudian mengqhodo
(mengganti puasanya). Tidak boleh diganti dengan ith'âm (memberi makan).
Bila penyakitnya kronis dan sulit sembuh, demikian pula orang tua yang sudah
lemah, mengganti puasanya dengan memberi makan orang miskin setiap harinya setengah sho' (kurang lebih 1-1,5 kg ) dari makanan pokok
negerinya.
29.
Siapa yang sakit kemudian sembuh dan mampu berpuasa tetapi tidak mengqodho
(mengganti puasa yang tertinggal semasa sakit) hingga meninggal dunia, menggantinya dengan memberi makan satu orang
miskin dari hari yang tidak dipuasainya yang dikeluarkan dari hartanya. Jika
salah seorang dari keluarganya berkenan berpuasa untuknya hal itu sah.
Puasa
orang tua, lemah dan pikun
30.
Orang tua yang sudah hilang kekuatannya tidak diharuskan berpuasa. Ia boleh
berbuka jika puasa membebani dan memberatkannya. Adapun yang sudah tidak bisa membedakan dan sampai pada batasan
pikun, tidak wajib baginya atau keluarganya sesuatu pun karena sudah tidak ada
kewajiban atasnya.
31.
Siapa yang memerangi dan mengepung musuh di negerinya dan puasa membuatnya lemah
dalam berperang, boleh baginya berbuka sekalipun tanpa safar. Jika berbuka
dibutuhkan sebelum perang, dia boleh berbuka.
32.
Jika sebab berbukanya lahiriah, seperti sakit, tidak mengapa berbuka
terang-terangan. Siapa yang sebab berbukanya tidak lahiriah seperti haid, yang
utama baginya berbuka dengan tidak terang-terangan, menghindari
tuduhan/prasangka.
Niat
puasa
33.
Disyaratkan niat dalam puasa fardhu. Demikian pula puasa wajib, seperti: qodho
(mengganti) dan kafarah (penebusan dosa). Niat boleh dilakukan di bagian
malam manapun sekalipun sesaat sebelum fajar.
Niatnya
adalah mengazamkan hati untuk berbuat. Adapun melafalkannya adalah bid'ah.
Orang yang berpuasa Ramadhan tidak butuh memperbaharui niat di setiap malam
dari malam-malam Ramadhan. Cukup meniatkannya ketika masuk awal bulan.
34.
Nafilah mutlak (sunah yang tidak terikat waktunya) tidak disyaratkan
niat di malam harinya. Sedangkan nafilah mu'ayyan (sunah yang terikat
waktunya) yang lebih hati-hati meniatkannya sejak malam hari.
35.
Siapa yang disyari'atkan untuk berpuasa wajib seperti qodho, nazar dan kafarah
haruslah menyempurnakannya. Tidak boleh berbuka tanpa uzur. Adapun puasa
nafilah/sunah, pengamalnya memerintah dirinya sendiri, jika berkehendak dapat
berpuasa atau berbuka, sekalipun tanpa uzur.
36.
Bagi seseorang yang tidak tahu akan masuknya bulan Ramadhan kecuali setelah
terbit fajar, diharuskan imsak (menahan diri dari apa-apa yang
membatalkan puasa) di hari itu. Dia harus mengqodho (mengganti) menurut
Jumhur Ulama).
37.
Orang yang di penjara atau dalam tahanan, jika menyaksikan masuknya bulan
Ramadhan atau mengetahui dari pemberitaan orang yang tepercaya, wajib atasnya
berpuasa. Jika tidak, dia boleh berijtihad untuk dirinya sendiri (menentukan
awal bulan Ramadhan) dan beramal dengan perkiraan kuatnya.
Ifthor (berbuka) dan imsak
(menahan)
38.
Jika seluruh lingkaran matahari telah tenggelam, orang yang puasa berbuka.
Jangan pedulikan akan adanya cahaya merah yang tersisa di langit.
39.
Jika terbit fajar, wajib bagi orang yang berpuasa untuk imsak (menahan)
seketika itu juga, sama saja apakah ia telah mendengar azan ataupun tidak.
Adapun berhati-hati dengan imsak (menahan) sebelum fajar dalam waktu
tertentu seperti 10 menit atau yang sepertinya itu adalah bid'ah.
40.
Negeri yang malam dan siangnya 24 jam, bagi kaum muslimin di sana wajib untuk
berpuasa sekalipun siangnya panjang.
Pembatal
puasa
41.
Pembatal puasa (selain haid dan nifas) tidaklah membatalkan kecuali dengan 3
syarat:
Dia
melakukannya dengan pengetahuan bukan karena jahil, ingat dan tidak lupa, sadar
dan tidak terpaksa atau dipaksa.
Di
antara pembatal itu adalah: jima (bersetubuh), menyengaja muntah,
haid/nifas, dibekam, makan dan minum.
42.
Di antara pembatal puasa ada yang semakna dengan makan dan minum, seperti:
obat-obatan dan tablet melalui oral (mulut), injeksi/infus makanan dan
transfusi darah.
Sedangkan
suntikan yang tidak mengandung unsur makanan dan minuman, hanya sekedar
pengobatan, tidaklah membatalkan pusa. Cuci darah tidak membatalkan puasa.
Pendapat kuat mengenai suntik biasa, tetes mata dan telinga, cabut gigi dan
pengobatan luka, semua itu tidaklah membatalkan. Spray penyakit asma juga tidak
membatalkan. Periksa darah tidak membatalkan puasa. Obat kumur tidak
membatalkan puasa selama tidak ditelan. Pembiusan ketika pengobatan gigi dan
rasanya masuk sampai ditenggorokan tidak membatalkan puasanya.
43.
Siapa yang sengaja makan atau minum pada siang Ramadhan tanpa uzur, maka dia
telah melakukan dosa besar. Wajib bertobat dan mengganti puasanya.
44.
Jika lupa makan atau minum, hendaknya meneruskan puasanya, karena sesungguhnya
Allahlah yang telah memberinya makan dan minum. Jika melihat orang lain yang
makan dan minum karena lupa hendaklah mengingatkannya.
45.
Jika dia perlu berbuka demi menolong orang yang dalam bahaya, boleh baginya
berbuka dan mengganti puasanya.
46. Siapa yang
diwajibkan berpuasa, kemudian berjima (bersetubuh) di siang Ramadhan
dengan sengaja dan sadar, maka dia telah merusak puasanya, wajib bertobat dan
menyempurnakan puasanya hari itu. Dia juga harus mengqodho dan
menunaikan kafarah mugholazoh[1].
Demikian juga yang melakukan zina, sodomi, atau bersetubuh dengan hewan.
47.
Siapa yang hendak berjima (bersetubuh) dengan istrinya dengan terlebih
dahulu membatalkan puasanya dengan makan, maka maksiatnya lebih besar. Dia
telah melecehkan kesucian bulan dua kali, dengan makan dan bersetubuh.
Menunaikan kafarah mugholazoh lebih ditekankan.
48.
Bagi yang berpuasa, boleh mencium, bersentuhan, berpelukan, memegang dan
memandang kepada istri atau hamba sayahanya jika dapat mengontrol dirinya.
Tetapi jika dia tipe yang cepat naik syahwat dan tidak dapat mengendalikan
diri, tidak boleh melakukannya.
49.
Jika sedang berjima (bersetubuh) kemudian terbit fajar, wajib baginya
berhenti. Puasanya sah sekalipun keluar mani setelahnya. Jika dia
melanjutkannya hingga fajar telah terbit, dia telah berbuka dan atasnya
bertaubat, mengganti puasanya dan menunaikan kafarah mugholazoh (puasa
40 hari berturut-turut).
50.
Jika masuk subuh dan dia bangun dalam keadaan junub, hal itu tidak merusak
puasanya. Boleh mengakhirkan mandi junub, haid dan nifas setelah terbit fajar.
Dia harus bersegera mandi semata karena untuk melakukan shalat.
51.
Jika orang yang puasa tidur kemudian mimpi basah, maka puasanya tidak batal dan
tetap menyelesaikan puasanya.
52.
Siapa yang istimna (onani) di siang Ramadhan dengan sesuatu yang mungkin
baginya untuk tidak melakukannya, seperti memegang dan mengulang-ulang
pandangan, haruslah bertaubat kepada Allah dan berimsak (menahan) sisa
hari itu dan menggantinya di hari lain.
53.
Siapa yang tiba-tiba muntah tidak harus mengganti puasanya. Siapa yang sengaja
muntah hendaknya mengganti puasanya. Jika muncul mual seolah akan muntah tetapi
kemudian kembali normal secara sendirinya, puasanya tidak batal. Adapun ludah
dan dahak jika menelannya sebelum sampai kemulutnya, puasanya tidak batal,
tetapi jika dia menelannya setelah sampai di mulutnya maka puasanya batal.
Makruh mencicipi makanan tanpa hajah.
54.
Bersiwak (membersihkan mulut dengan kayu siwak) disunahkan bagi orang yang
puasa sepanjang hari.
55.
Apa yang terjadi pada orang yang puasa, seperti luka, mimisan, masuk ke air,
adanya rasa bensin di tenggorokkan karena mencium baunya tanpa sengaja,
tidaklah membatalkan puasa. Turunnya
tetes mata ke tenggorokan, memakai minyak rambut, memulas kulit dengan hana dan
mendapatkan cita rasa baunya di tenggorokan tidaklah mengapa. Tidak batal puasa
karena memakai hinna (pacar kuku), celak, dan minyak rambut. Demikian pula
penggunaan krim pelembab kulit. Tidak mengapa mencium bau minyak wangi dan bukhur
(wewangian yang dibakar), akan tetapi berhati-hati dari sampainya asap ke
tenggorokan.
56.
Untuk kehati-hatian bagi orang yang puasa adalah tidak berbekam. Khilaf
(beda pendapat) dalam hal ini cukup kuat.
57.
Rokok termasuk pembatal puasa. Ia bukanlah sesuatu yang dapat dijadikan uzur
untuk tidak berpuasa.
58.
Berendam di air dan memakai pakaian basah untuk mendinginkan tubuh tidak
mengapa bagi yang berpuasa.
59.
Jika makan, minum atau jima (bersetubuh) dengan sangkaan masih malam,
lalu sadar bahwa fajar sudah terbit, tidak ada apa-apa baginya.
60.
Jika berbuka dengan sangkaan matahari telah tenggelam padahal belum, haruslah mengqodho
(mengganti) menurut Jumhur Ulama (kebanyakan ulama).
61.
Jika terbit fajar sedang di mulutnya masih ada makanan atau minuman, para ahli
fikih telah sepakat untuk mengeluarkannya dan sah puasanya.[2]
Hukum
berpuasa bagi wanita
62.
Anak perempuan yang baru baligh tetapi karena malu tidak berpuasa, baginya
taubat, mengganti hari yang terlewati dan memberi makan satu orang miskin
setiap harinya sebagai kafarah (penebus dosa) jika belum menggantinya
hingga tiba Ramadhan berikutnya. Sama halnya dengan hukum wanita yang tetap
berpuasa ketika haid karena malu dan tidak mengganti puasanya.
63.
Istri tidak boleh berpuasa –selain Ramadhan- ketika suaminya ada bersamanya,
kecuali suaminya mengizinkan. Jika suaminya sedang bersafar tidak mengapa.
64.
Wanita haid jika melihat lendir putih –cairan putih yang keluar dari rahim
seusai haid- ini diketahui oleh wanita, berarti dia telah bersih. Hendaknya
meniatkan puasa pada malamnya dan berpuasa setelahnya. Jika masih belum bersih
pada waktunya, diperiksa dengan diusap dengan kapas atau yang sepertinya, jika
bersih hendaknya berpuasa. Wanita haid atau nifas jika darahnya berhenti pada
malam hari kemudian berniat puasa tetapi belum mandi hingga terbit fajar,
menurut mazhab seluruh ulama puasanya sah.
65.
Wanita yang tahu bahwa haidnya akan datang esok hari, hendaknya tetap terus
dalam niat puasanya dan tidak berbuka sampai mendapatkan darah.
66.
Yang utama bagi wanita haid adalah tetap pada tabiatnya dan ridha dengan apa
yang telah Allah gariskan atasnya. Hendaknya tidak memakai apa-apa yang
mencegah haid.
67.
Jika wanita hamil mengalami persalinan dan janinnya sudah berbentuk, maka ia
nifas dan tidak berpuasa. Jika janinnya belum berbentuk, itu adalah mustahadhah
(darah penyakit), atasnya berpuasa jika mampu.
Wanita
nifas jika sudah bersih sebelum 40 hari, berpuasa dan mandi untuk shalat. Jika
melebihi 40 hari hendaknya meniatkan puasa dan mandi. Darah yang masih keluar
setelah 40 hari dianggap istihadhah (darah penyakit).
68.
Darah istihadhah (darah penyakit) tidak berpengaruh pada keabsahan
puasa.
69.
Pendapat yang kuat adalah mengkiaskan wanita hamil dan menyusui dengan orang
sakit; boleh berbuka dan tidak ada kewajiban atasnya selain qodho
(mengganti). Sama saja apakah khawatir akan dirinya atau anaknya.
70.
Wanita yang wajib berpuasa, jika disetubuhi oleh suaminya pada siang Ramadhan
dengan keridhaannya, maka hukumnya sama seperti hukum suaminya. Adapun jika
dipaksa, atasnya berusaha menolak dan tidak ada kafarah baginya.
Penutup, inilah yang dapat
disampaikan dari masalah-masalah puasa. Saya meminta kepada Allah untuk
membantu kita agar senantiasa mengingat, bersyukur dan beribadah kepada-Nya
dengan baik. Semoga Allah menutup untuk kita bulan Ramadhan dengan pengampunan
dan pembebasan dari api neraka.
Salawat
dan salam tercurah kepada Nabi kita, Muhammad, keluarganya dan pada sahabatnya.
[1] Membebaskan budak,
jika tidak ada puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu puasa maka
dengan memberi makan 60 orang miskin.
[2] Dalam sebuah hadits dari Abu
Hurairah, Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersada:
إِذَا سَمِعَ
أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ
حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Jika salah seorang di
antara kalian mendengar kumandang azan sementara wadah makanan masih ada di
tangannya, janganlah meletakkannya hingga selesai dari hajatnya.”
[HR. Ahmad 10910 dan Abu
Dawud no. 2352. Disahihkan oleh al-Albani dalam Sahih Abu Dawud]
Ketika Syaikh bin Baz -rahimahullah-
ditanya apakah boleh minum sebelum usainya azan, beliau menjawab:
Jika orang yang berpuasa
tidak mengetahui bahwa itu adalah azan subuh, tetapi seperti kebiasaan
orang-orang yang mengandalkan jam dan penanggalan, tidak mengapa ia minum. Ia
boleh memakan dan meminum apa yang ada di tangannya meskipun azan berkumandang,
karena azan yang dikumandangkan adalah dugaan masuknya waktu subuh, bukan
kepastian subuh. Muazin mengabarkan apa yang dia lihat di jam atau penanggalan.
Bisa jadi waktu subuh sudah benar-benar keluar dan bisa jadi juga belum. Allah
mewajibkan imsak (menahan) dengan tabayun (melihat lansung).
Hendaknya bagi seorang mukmin untuk menjaga agar berhenti dari makan sahur
sebelum fajar atau sebelum azan hingga tidak jatuh dalam subhat
(keraguan). Akan tetapi jika sempat makan sesuatu yang ringan bersamaan dengan
azan atau minum ketika azan, yang nampak adalah tidak mengapa jika tidak
mengetahui waktu fajar benar-benar telah terbit.
[Transkripsi dari fatwa
Syaikh Abdul Aziz bin Bâz di acara Nûrun Ala ad-Darb] –pent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar